I’M YOUR FRIEND – Media massa, baik cetak maupun elektronik (televisi, radio dan media sosial) merupakan instrumen yang bisa dipakai untuk melakukan propaganda. Salah satu tujuan propaganda adalah MELEMAHKAN kekuatan lawan dengan cara MENGUASAI opini publik.
Berkaitan dengan konflik Ukraina, bahwa telah terjadi DUA bentuk perang, yakni perang dalam arti benturan antara militer Ukraina dengan Rusia, dan satu lagi adalah perang opini. Keduanya tidak bisa dipisahkan.
Berkaitan dengan perang opini, HARUS DIAKUI bahwasanya pihak Ukraina yang dibantu oleh kekuatan BARAT (Amerika Serikat dan NATO) sangat dominan. Wajar, mengingat kekuatan Barat memiliki media-media propaganda yang tersebar hampir di semua negara. Tugas utama media-media BARAT adalah membentuk opini publik bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh Ukraina itu baik, dan segala sesuatu yang dilakukan oleh Putin dan Rusia itu buruk.
Maka salah satu langkah yang ditempuh oleh kekuatan IMPERIALIS Barat guna melancarkan aksi propaganda tersebut adalah dengan MELARANG media-media massa Rusia untuk melakukan aksi propaganda. Misalnya, media-media elektronik Rusia dilarang dan tidak boleh diakses oleh rakyat Eropa Barat. Tujuan utamanya adalah agar publik Eropa, khususnya, tidak terpengaruh propaganda pihak Rusia.
Sekali lagi, dalam hal perang propaganda, Rusia bisa dibilang kalah. Meskipun begitu, apakah Rusia benar-benar kalah?
TIDAK! Aksi propaganda Rusia hanya “kalah” di Eropa, namun di luar Eropa seperti Asia, Afrika dan Amerika Latin, aksi propaganda Rusia masih berjalan dengan lancar dan sudah barang tentu menggunakan bahasa-bahasa negara setempat.
Sesuai dengan judul artikel ringan ini bahwa “media massa imperialis kian gencar tapi mulai kelelahan,” setidaknya ini terjadi di Indonesia. Sebutlah media seperti CNN Indonesia (Amerika Serikat), BBC Indonesia (Inggris), dan DETIK.COM yang merupakan milik Chairul Tanjung. Setiap saat media-media tersebut selalu memberitakan mengenai BURUKNYA Rusia dan hebatnya Amerika Serikat, Inggris, NATO dan Ukraina sejak Rusia melancarkan Operasi Militer Khusus di Ukraina hingga sekarang.
Bahwasanya, meskipun media-media tersebut GENCAR berpropaganda namun hingga sejauh ini TIDAK BERHASIL mempengaruhi publik Indonesia. Publik Indonesia (netizens) sempat terpengaruh hanya diawal-awal meledaknya krisis Ukraina yang ditandai dengan banyaknya netizens yang upload foto berisi “Pray for Ukraina.” Namun seiring dengan waktu, “simpatik semu” tersebut mulai menghilang. Bahkan yang terjadi sebaliknya, netizens Indonesia cenderung pro Rusia.
Apa yang dilakukan oleh Netizens Indonesia tersebut bisa dijadikan sebagai salah satu bukti dan bentuk PERLAWANAN terhadap media-media IMPERIALIS dan mainstream. Hal serupa juga terjadi di Eropa.
Lalu dimana letak kelelahannya?
Terletak di: kalau media-media IMPERIALIS tersebut dibiayai oleh negara-negara atau agen-agen imperialis, sedangkan netizens HANYA bermodalkan KESADARAN dan PAKET internet.
VA Safi’i