Puisi | Belajar Bersama

Sambil ngabuburit kita coba sedikit mengulik perihal cara membaca puisi, semoga ke depan bisa lebih seragam cara pandangnya, meski mustahil untuk sama. Atau setidaknya, meski berbeda cara pandang, tapi paham kenapa orang lain membaca puisi dengan cara berbeda.

Saya punya empat buah narasi pendek yang secara arti relatif sama, sbb :

1. Tanpamu, ini bukan dunia tempat aku ingin hidup.

2. Cintaku padamu sedalam Samudera Hindia.

3. Aku mencintaimu tanpa batas waktu.

4. Aku cinta mati kamu.

Bagi saya, narasi yang pertama lebih punya kedalaman makna. Tapi bagi teman-teman lainnya, mungkin saja narasi yang paling bermakna adalah yang nomer dua, atau nomer tiga, atau nomer empat. Bebas saja.

Tidak ada yang salah pada perbedaan pilihan ini. Semua benar, semua punya alasan sendiri kenapa lebih memilih sebuah narasi daripada narasi lainnya.

Apa yang membuat pilihan kita berbeda?

Apakah perihal pengalaman luas tidaknya bacaan puisinya? Seleranya pada cara ucap kata-kata? Atau hal lainnya?

Ada yang bisa bantu jawab?

Jawaban dari teman-teman pasti sangat berguna bagi kita semua untuk saling berbagi cara pandang atau sekadar pendapat: puisi seperti apa yang menurutnya lebih baik, yang pada setiap orang pastilah berbeda. Dan semoga dari jawaban teman-teman ini bisa kita tarik benang merah atau pemahaman umum —puisi seperti apa yang dianggap lebih baik dari lainnya.

Saya tidak akan menyaran apa pun untuk menjawab pertanyaan ini. Jawaban dari teman-teman adalah pelajaran bagi saya dan kita bersama. Silakan berbagi pendapat apa yang kita pahami perihal puisi pada kolom komentar. Pasti sangat menarik untuk saling memperkaya pemahaman. Insha Allah ini juga bagian dari berbagi ilmu, dan ini pastilah sangat baik di bulan Ramadan ini.

Karya: Mahesa Jenar

Iklan